Hari itu tak seperti biasanya, ketika hari sabtu biasanya
kantor kebanyakan sepi karena memang hari libur, maka pada salah satu
kantor terdengar suara riuh para penonton dan supporter yang hadir untuk
menyaksikan pertandingan sepak takraw.., “ayoo”, “hajar”, “kasih picah”
riuh ramai sorak penonton yang memang khas dengan logat sulawesinya.
Kegaduhan pada pagi itu memenuhi setiap sudut ruangan yang dinamakan
Aula pada kantor tersebut. Semua penonton riuh ramai dan penuh semangat
(bahkan lebih bersemangat daripada pemain yang sedang berada di
gelanggang). Namun semangat dan kesenangan itu tidak dialami oleh
seorang pemuda yang saat itu sedang kelihatan lesu, lemas dan kurang
bersemangat karena memang perasaanya yang sedang gundah ditambah lagi
dengan kondisi badanya yang kurang fit (karena pada hari sebelumnya dia
harus menyelesaikan tugas dari kantornya, “boetzoeking” atau bisa
disebut dengan memeriksa kapal asing yang masuk daerah Indonesia dan
pemuda itupun baru pulang pada pagi harinya.
seorang pemuda yang usianya masih belia, sedang mencari seseorang
yang bisa menguatkan hatinya ditengah kegundahan yang melandanya. Sebut
saja namanya Iyan, seorang pemuda yang (sebenarnya) telah menemukan
titik terang dalam hidupnya, namun harus kehilangan cahaya itu karena
alasan yang sampai sekarang masih belum bisa dia ketahui dan masih belum
bisa dia terima.
Saat itu hari sabtu siang, ketika para pegawai di Kementerian
Keuangan baru saja pulang dari Kantor Pajak di suatu kota X karena pada
hari tersebut ada acara perlombaan yang digelar untuk memperingati hari
keuangan, Iyan mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi lantaran
saat itu perasaanya sedang kacau. Sebenarnya saat itu pacarnya juga ikut
menjadi supporter pada pertandingan yang digelar pada hari itu, namun
entah karena apa, semenjak 2 minggu terahir ini pacarnya kelihatan
nyuekin dia dan seolah menganggap si pemuda itu tak ada. Terlebih lagi
pada saat pertandingan berlangsung, sang cewek (sebut saja Natalie) sama
sekali tidak mau mendekati Iyan walaupun untuk (sekedar) menanyakan
kabar, basa-basi atau apalah dan memilih bercanda dan (seolah terlihat)
bermesraan dengan orang lain. Sontak saja perasaan Iyan saat itu sedih
banget, (bayangin aja, 2 minggu di cuekin, sampai pamitan mau pergi
Dinas Luar aja pacarnya gak mau nengok, dan parahnya, kalau dengan orang
lain kayaknya dia enjoy banget ngobrolnya).
Sesampainya Iyan di rumah mungilnya, Iyan langsung menuju kamarnya
yang berhias gambar, poster dan foto-fotonya bersama pacarnya.
sebenernya dia masih jengkel dengan sikap pacarnya, tapi perasaanya gak
bisa dibohongi kalau dia agak khawatir dengan keadaan pacarnya, kemudian
dia mengirimkan pesan singkat pada pacarnya. “sayang udah nyampek rumah
belum..??” setelah sekian lama dan menit demi menitpun berlalau,
Natalie tak jua membalas pesanya. Kemudian Iyan pun menelfon untuk
memastikan keadaanya.
Iyan: “haloo Assalamualaikum..”
Natalie: “ walaikumsalam..”
“udah nyampek rumah?”
“belum, singgah dulu dirumah teman”
“owh, SMS q gak terkirim kah..??
“terkirim kok” (jawab dengan nada enteng)
“kok gak di bales..??
“ngapain di bales..??”
Setelah melewati percakapan yang panjang ahirnya Natalie memutuskan
hubungannya dengan Iyan. Sontak saja saat itu perasaan Iyan hancur, ia
merasa seperti tersambar petir di tengah teriknya siang. Seseorang yang
telah di ajaknya berkomitmen untuk membangun rumah tangga 3-4 tahun
kedepan, tega memutuskan hubungan itu dengan entengnya. Sebenernya saat
itu Iyan ingin marah karena merasa kalau selama ini dia dipermainkan,
tapi dia coba untuk menekan amarahnya dan mencoba menyelesaikan
permasalahan ini dengan cara yang baik. Tapi Natalie sama sekali tidak
menggubris perkataan Iyan, bahkan ketika Iyan bertanya “kamu masih
sayang gak sama aku..??” maka dengan nada yang ringan dan seolah tanpa
dosa Natalie hanya menjawab singkat “gak!”. Betapa hancurnya hati Iyan
saat itu, dan ketika Iyan menanyakan apa alasan Natalie memutuskan
hubungan denganya, Natalie hanya menjawab “kamu sering marah-marah n’
gak dewasa”. Wajar gak sich orang yang selama 2 minggu dicuekin ngerasa
jengkel.?? Sebenernya saat itu Iyan tidak marah, Cuma dia merasa jengkel
karena sikap dari Natalie selama 2 minggu terahir ini.
“Lalu, kenapa selama ini kamu cuekin aku..?? bilang donk kalau q ada salah..”
“Kenapa selama ini kamu gak pernah Tanya..??”
“Bukanya selama ini q minta sama kamu kalau q da salah kamu ngomong sama aku..??”
“Aku males aja ngomongnya..”
Sumpah, pada saat itulah hatinya hancur berkeping-keping.., dalam
hatinya terbesit Tanya “siapa sebenarnya yang gak dewasa..?? kamu atau
aku..??”
“Oke, sekarang aku Tanya sama kamu, kenapa selama ini kamu diemin aku..??”
“karena aku sakit hati sama kamu”
“sakit hati kenapa..??”
“Karena omongan kamu”
“Omongan yang mana..??”
“Omongan yang didepan BRI waktu kamu abis ngambil ATM, kamu inget..??”
“Astaghfirullah, itu aku Cuma bercanda..”
“Iya bercanda, tapi kamu gak mikirin perasaan aku, jadi
selama ini kamu cuma pacaran sama aku, bukan sama keluarga ku? Jadi
selama ini kamu samain
aku sama mantan kamu..??”
“Ya bukanya gitu, mantanku tu keluarganya matre, kalau keluarga kamu
kan enggak. Ya aku cerita sama kamu karena itu pengalaman ku, emang
cowok mana sich yang mau dimanfaatin terus..??”
Maka dengan entengnya Natalie menjawab “Tau mi saya”
Untuk kesekian kalinya Iyan merasa sangat dilecehkan karena kata-kata
yang menyakitkan itu. Dalam otaknya dia berfikir, memang selama ini
siapa yang gak mikirin perasaan orang lain, ketika aku bicara serius
terus kamu tinggal pergi gitu aja, ketika aku ngomong dan sama sekali
enggak kamu anggep, ketika aku ngomong sesuatu terus kamu lecehkan apa
kamu pikir semua itu gak bikin aku sakit hati?, namun kata-kata itu
tidak keluar dari mulut Iyan karena Iyan memang masih ingin menjaga
hubunganya, tapi apalah daya Natalie tetap memutuskan hubungan yang
sudah lama terjalin itu.
Dengan hati yang pasrah dan perasaan yang hancur, maka
dengan terpaksa Iyan pun menerima keputusan itu, namun dalam hatinya
masih bertanya-tanya, apakah semudah ini hubungan yang selama kita jalin
ini putus..?? semudah itukah dia menganggap semua ini selesai?? Lalu
mana janji-janji manis yang selama ini kita ucapkan..?? mana semua
kata-kata manis yang selalu kita bisikkan..?? ya sudahlah, mungkin saat
ini kita masih terbawa ego dan mungkin besok kita bisa jadi lebih
tenang..,
Hari demi haripun berlalu, hari-hari Iyan pun penuh
dengan rasa sakit dan kepedihan. Air mata selalu menjadi penghias dalam
melewati hari-harinya. Hanya Al-qur’an yang ia baca setelah shalat
fardhu dan shalat sunah lah yang mampu menenangkanya. Namun beberapa
saat kemudian, rasa sakit itupun kembali menyerang, terlebih lagi ketika
melihat Natalie (yang memang bekerja satu kantor denganya) sedang
duduk-duduk santai bercengkerama dengan pria lain. Hampir setiap malam
Iyan selalu memimpikan kenangan-kenangan indah mereka dulu, pada malam
kedua setelah dia putus, Iyan bermimpi kalau mereka balikan lagi, tapi
ternyata itu hanya mimpi, dan ketika bangun tidur air matapun tak kuasa
lagi ia bendung dan menetes di pipinya. Malam-malam selanjutnya pun dia
masih juga memimpikan Natalie dalam tidurnya. Namun ketika bangun,
lagi-lagi air matanya lah yang menemaninya di pagi itu. Bahkan pada
suatu malam ketika Iyan bermalam di rumah salah satu seniornya, Iyan pun
pernah bermimpi bahwa dia melamar Natalie, dalam mimpinya dia melihat
orang-orang telah ramai di rumahnya, lengkap dengan semua syarat-syarat
yang telah di penuhi, Ayah, Ibu dan keluarganyapun telah siap pergi ke
rumah Natalie, dan Iyan pun dapat melihat ibu Natalie yang menyambut
mereka. Namun ketika bangun, semua kembali hampa, tetesan demi tetesan
air matapun kembali bercucuran menghiasi pipinya yang berwarna sawo
matang, jatuh di sudut pipinya dan membasahi bantal yang menjadi alas
kepalanya.
Dalam perjalanan pulang, tak henti-hentinya air mata Iyan
mengalir ketika ia menaiki si Lylo, motor kesayanganya. Setiap inci
jalanan seakan menjadi saksi bisu akan kesedihan hati dan kegundahanya .
Sebenarnya dia malu harus menangis sepanjang jalan pulang kerumahnya,
namun apa daya, dia juga tak sanggup menahan air mata nya yang jatuh di
sudut pipinya. Sesampaianya di rumah dia hanya terdiam dikamarnya, sama
sekali tidak ada niat untuk pergi ngantor, ahirnya ia mneghubungi ayah
angkatnya, Pak Syahrun. Ketika di telpon ternyata tidak ada jawaban dari
Pak Syahrun. Ahirnya kegalauanya pun semakin menjadi-jadi. Ahirnya ia
pergi mandi untuk menyegarkan badanya yang memang sudah terlalu penat di
tambah lagi dengan air matanya yang telah mengering di pipinya. Setelah
selesai mandi, ahirnya Iyan melihan ada pesan singkat di HP nya. Dengan
cepat ia membukanya, ternyata SMS dari Pak Syahrun. Dengan cepat ia
menghubungi Pak Syahrun dan seketika itu juga tangisnya pecah dan
semakin menjadi-jadi. Memang pak Syahrun ini sudah di anggap sebagai
ayah sendiri oleh Iyan sehingga dia tidak canggung lagi untuk menagis.
Pernah ketika di kantor kemaren Iyan menangis di pelukan Pak Syahrun
saat di tanya perihal hubunganya dengan Natalie. Iyan pun hanya bisa
menangis terisak sambil memeluk Pak Syahrun, dan Pak Syahrun pun juga
meneteskan air mata, tak tega melihat kondisi anaknya yang sedang sedih
dan gundah.
------=======-----
“Dx, paket nya udah sampai nich, thanks ya”
“kok cepet banget kak? Kan katanya 3 hari”
“Ya aku gx tw, aku tadi baru pulang dari luar kota, pas nyampek kantor paketnya udah ada di mejaku”
“wah, kok bisa cepet gitu ya kak..??” Ima masih tidak
percaya bahwa paket yang dia kirimkan sudah sampai di tempat Iyan.
“Yach, yang penting kan udah nyampek. Terus gimana nich cara
minumnya…?” Iyan masih bingung karena pada kotak dan botol obat yang
dipesannya memang tidak ada aturan pakainya sama sekali.
“Kak, Ima boleh minta nomor kakak enggak..?? biar nanti
Ima jelasin aturan pakainya lewat telpon, soalnya penjelasanya agak
panjang kak”
“Oke, ni nomor telpon ku dx, 085394213326”
“Oke kak, Ima simpen ya nomornya, o iya, kakak kapan ada waktu? Biar nanti Ima yang telpon kakak”
“Kalau mau telponya ntar malem aja gimana dx? Soalnya sekarang q
masih di kantor, lagian aku masih capek baru pulang dari luar kota”
“Oke kak…”
Dengan begitu berahirlah percakapan Iyan dengan Ima lewat BBM.
Memang, 3 hari sebelumnya Iyan memang memesan salah satu produk yang
dipromosikan oleh Ima, adik kelas nya sewaktu di Madrasah Aliyah dulu.
Pada malam harinya, ketika Iyan melihat HP nya, ada
beberapa missed call dari Ima. Rupanya Iyan lupa kalau malam itu dia mau
di telpon oleh Ima (mungkin karena Iyan masih sedih dan masih merasa
terpukul dengan keputusan pacarnya). Kemudian Iyan mengirim BBM singkat
ke Ima, “dex, sorry ya, q tadi gak denger”. Beberapa detik kemudian HP
nya langsung bordering. Benar saja, memang Ima yang menelpon. Malam itu
Ima menjelaskan panjang lebar (dan memang agak rumit) tentang cara pakai
produk kesehatan itu. Ahirnya setelah hampir 1 jam Iyan mendengar
penjelasan dari Ima, ahirnya dia faham juga.
“terus ada efek samping nya gak dx..??”
“gak ada kok kak, Insya Allah 100% herbal”
“Yakin gak ada..??”
“Iya kak.Insya Allah” jawab Ima dengan nuansa khas islaminya.
“O iya, satu lagi, gimana kalau aku minumnya kelebihan dosisnya? Overdosis gak ya..??”
“Insya Allah enggak kok kak, Ima agak lupa istilahnya ilmiahnya apa,
tapi kata dokter, kalsium sama zink nya itu gak melebihi ambang batas
yang bisa membuat overdosis. Jadi meskipun kakak niat bunuh diri dengan
minum 60 kapsul zink nya, kakak tu juga gak bakalan mati, hehehe..”
“Sadis amat kata-katamu dx, tapi okelah, terima kasih atas penjelasanya dx..”
“Sama-sama kak Iyan, masih ada yang mau ditanyakan..??”
“aku rasa semuanya udah cukup jelas kok dx, Thanks ya..”
“Sama-sama kakak, oke kalau emang gak ada yang mau di tanyakan kak, Assalamualaikum”
“Walaikumsalam..”
“Semangat ya kak..”
“Sippppp..”
Tuuut..tuutt…tutt..,
ahirnya Ima pun menutup telponya.
Seperti malam-malam sebelumnya, malam itupun Iyan masih
tetap galau dan gak bisa tidur. Iyan melihat HP yang ada di tas kecilnya
dengan tujuan melihat jam. Huft, jam setengah satu, bisiknya dalam
hati. Tapi tetap saja matanya tidak bisa dipejamkan dan masih teringat
akan Natalie. Iyan tetap gelisah di tempat tidurnya dan hanya merubah
posisi miring ke kanan dan ke kiri. Saat itu dia hanya ingin ada orang
yang bisa membantunya, bisa mengerti keadaanya, bisa tau apa yang dia
rasakan dan bisa diajak berbagi, tapi siapa..?? tapi siapa yang sudi
untuk diajak berbagi kesedihan..?? dia hanya berfikir, pacarnya yang
selama ini bilang sayang ke dia pun enggak mau tau keadaanya, apalagi
orang lain..?? ahirnya Iyan mengambil BB nya dan iseng ngirim BBM ke Ima
untuk sekedar menghibur diri,
“Assalamualaikum, sorry dx ganggu, ada obat anti galau gak ya dx..??”
Tidak beberapa lama kemudian BB nya mengeluarkan nada khas yang menandakan bahwa ada pesan masuk.
“Wah, kak Iyan lagi galau ya..?? Obat anti galau ada kok
kak, sebelumnya Ima tanya dulu, kak Iyan galau karena apa..??”
“Biasa lah dx, anak muda”
“Iya anak muda, tapi apa kak, Ima enggak terlalu tau problema anak muda zaman sekarang”
“ya apa lagi dx, yang pasti ya masalah pacar”
“owalah kak, maaf ya, Ima gak tau, Ima kirain apa, hehehe,, kenapa mesti galau sich kak..??”
“Ya galau aja dx, abis di putusin..”
“Tenang aja kak, Ima pernah denger hadits yang intinya gini, kalau
kita sayang sama Allah, maka Allah berjanji akan membuat seluruh
malaikat, seluruh manusia dan seisi alam menyayangi kita.”
“itu hadits ya dx..??”
“Iya kak, Ima dulu pernah denger hadist yang intinya kayak gitu..”
“bener juga ya, selama ini kayaknya aku masih jauh dari Allah dx, bahkan jarang banget aku curhat dengan-Nya.”
“Ya makanya itu kak, kak Iyan Cuma cukup sayang sama Allah aja kok,
itu semua udah janji Allah lho kak, Janji Allah gak akan pernah
diingkari, gak kayak janji-janji nya manusia”
“Bener juga ya dx, gak seperti janji orang yang udah bikin aku sakit
hati. O iya, tadi adx Ima bilang kalau gak tau galaunya anak muda, emang
adx Ima gak pernah pacaran ya..??”
“Pernah kok kak, Ima udah dua kali pacaran dan udah putus,”
“Kalau boleh tau putusnya karena apa dx..??”
“Ima di dua-in kak, emang abis tau itu rasanya sakit banget, tapi Ima
mencoba ikhlas kak, Ima yakin, pasti Allah punya rencana yang terbaik
buat Ima, Kalau kak Iyan sendiri kenapa bisa putus..??”
“katanya sich karena aku sering marah-marah dx, tapi jujur dx,
seingat ku aku gak pernah marah-marah ke dia, ya kalau jengkel emang
iya, ya bayangin aja dx, 2 minggu q di diemin, gak di anggep sama
sekali, sumpah, sakit banget dx..”
“Sabar ya kak, Ima yakin kok, Allah pasti akan gantiin dengan yang lebih baik..”
“Amin.., makasih ya dx.., o iya, adx sekarang udah punya pacar lagi belom..??
“Ima udah gak mau pacaran lagi kok kak..”
“Kenapa dx..??”
“Ya Ima Cuma ingin menjaga diri aja, Ima Cuma ingin
menjaga kesucian Ima, dan menjaga biar derajat Ima sebagai perempuan gak
di lecehin karena sering gonta-ganti cowok atau jalan sama cowok yang
beda-beda, lagian apa sich kak gunanya pacaran..??”
Sejenak Iyan terdiam, kata-kata Ima merasuk ke dalam hatinya. Iyan
merasa malu, ya malu. Dia malu karena selama ini saat pacaran Iyan
memang sering berduaan dan kadang kelewatan dengan pacarnya. Saat itu
yang Iyan rasakan hanyalah rasa malu,malu kepada Allah, malu karena
kata-kata Ima yang merasuk dalam hatinya, dan malu karena hampir setiap
malam dia bersedih karena Natalioe dan sama sekali tidak sedih akan
dosa-dosa yang selama ini dia lakukan.
“Pacaran ya biar kita bisa lebih mengenal satu sama lain dx..?” jawab Iyan sekenanya,
“Apakah saling mengenal harus dengan pacaran..?? apakah setelah
saling mengenal Allah akan langsung menjodohkan..?? Apa Allah suka
dengan cara berkenalan yang seperti itu..??”
“Jujur dx, aku enggak tau, selama ini aku terlalu dibutakan oleh
kesenangan dunia. Apa Allah masih sayang sama orang yang kayak aku ya
dx..??”
“Insya Allah kak, Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya. Allah Maha
adil kok kak. Kalau Allah gak sayang, gak mungkin Allah ngasih cobaan
ke kakak. Ya mungkin masalah kakak ini bagi kak Iyan emang berat, karena
Ima dulu juga pernah rasain, tapi Allah tau kak, kalau kakak bisa
menghadapi semua ini. Inget kak, Allah gak akan ngasih cobaan di luar
kemampuan hamba-Nya.”
“Thanks ya dx atas nasehatnya, Thanks udah ngingetin aku kalau aku masih hidup,”
“Iya kak, sama-sama, yang penting kak Iyan harus tetep semangat ya..,”
“Siap, Insya Allah aku akan tetap semangat dx, Eh, udah malem nich, aku istirahat dulu ya dx..,”
“Iya kak, jangan lupa baca doa ya kak, biar tidurnya kak Iya bisa tenang.”
“Sipppp, makasih ya dx,”
“Sama-sama kak, semangat..!!”
“Astaghfirullah, ternyata selama ini aku terlena, aku terlalu
mencintai Natalie ya Allah hingga aku melupakan segalanya” bisik Iyan
dalam hati. Iyan hanya tertunduk mencerna kata-kata yang ada dalam BBM
nya itu, dan setelah merasa tenang ahirnya Iyan pun bisa tidur.
-----=====-----
Pagi itu seperti biasanya, Iyan berangkat ke kantor dan
pagi nya menyendiri di Masjid yang ada di kantor nya untuk beberapa
waktu agar hatinya bisa tenang dan sejenak melupakan masalah asmaranya.
Ketika keluar dari masjid kantornya hatinya sudah agak tenang.
Kembalilah Iyan ke meja kerjanya. Namun hatinya kembali hancur saat Iyan
pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Disana dia melihat Natalie
telah bersama dengan salah satu seniornya. “Ah, mungkin mereka hanya
berteman” pikirnya dalam hati waktu pertama kali melihat hal tersebut.
Namun setiap kali Iyan pergi ke dapur, disana pula dia mendapati
Seniornya sedang sibuk dan asyik merayu Natalie. Ketika dia menyelidiki
kebenaranya, ternyata memang benar, mereka jadian. Masih ragu dengan hal
itu, Iyan menanyakan hal tersebut kepada Ani, salah satu sahabat
Natalie yang juga baru beberapa hari bekerja di Kantornya.
“ Dx, aku boleh tanya sesuatu enggak..??
“Boleh” jawab Ani
“Tapi janji ya jangan bilang siapa-siapa..??”
“Iya janji..”
“Emang Natalie dengan kak Dwi udah jadian ya..??”
Ani hanya terdiam
“Plis dx jawab..” pinta Iyan dengan nada memohon
“kakak tanya sama yang lain aja, kalau yang lain jawab mereka jadian, ya mereka jadian.”
“Plis jawab dx, seenggaknya sekarang aku udah gak mengharap lagi dx..”
“ih, kakak bodoh sekali dech jadi cowok”
Ahirnya tanpa jawaban Ani pun meninggalkan Iyan dan berlalu
mengerjakan tugasnya. Maka sekali lagi perasaan nya hancur.
Dihantamkanya tangannya yang memang sudah lemah ke tiang penyangga yang
ada dibelakang kantor nya. Perasaanya hancur. Sekali lagi hatinya patah.
Jiwanya seakan terkoyak. Ingin rasanya dia berlari, tapi dia tak ingin
terlalu menampakkan kesedihanya. Sejenak dia terdiam menenangkan diri.
Hanya kesepian dan kesunyian siang yang menemani. Sejenak Iyan teringat
kata-kata Ima pada malam sebelumnya. Ahirnya Iyan pun memutuskan untuk
menelpon Ima.
“Halo Assalamualaikum..”
“Walaikumsalam”
“Baru bangun tidur ya dx..”
“Iya kak, hehehe..”
“Sorry ya dx kalau aku ganggu..”
“Hehehe, iya, gak papa kok kak. Kak Iyan nangis ya..?? ada apa kak..??”
“Gak ada apa-apa kok dx, siapa yang nangis, aku baik-baik aja kok..”
“Kalau kakak ada masalah, kakak cerita aja, luapin semuanya kak,
jangan disimpen di hati aja, kakak luapin terus kakak bangkit lagi,
jangan mau terpuruk sama keadaan kak..”
“Menurut adx gimana sich kalau ada cowok yang nangis..?? cowok itu kelihatan lemah ya..??”
“Kalau menurut Ima yaw ajar aja sich kak, gak ada yang
salah kok, karakter orang kan emang beda-beda kak, Jiwa orang pun juga
gak ada yang sama, ya mungkin karena perasaan kak Iyan itu halus,
makanya kakak bisa nangis gitu..”
“Selain wajar, gak ada indikasi yang nunjukin kalau cowok itu lemah..??”
“Menurut Ima gak juga sich, asal gak berlebihan kak. Itu
namanya meluapkan perasaan kak, mungkin dengan cara itu bisa merasa
tenang dengan segala permasalahan yang dihadapi. Menurut Ima sich gitu.
Coba dech kakak cari buku yang judulnya “personality plus” warnanya
kuning, Insya Allah bisa bantu.”
“Meskipun nangisnya itu karena cewek..??”
“Ya karena apapun kak, luapin aja kak, gak papa kok..”
“ya masih gak nyangka aja sich dx, orang yang selama ini sama-sama ma
aku, orang yang selama ini kelauar bareng, pergi bareng, ngapa-ngapain
sama-sama, kenapa harus orang itu juga yang ngelakuin ini sama aku.
Sekarang mungkin aku agak sedikit faham kok dx apa alasanya diputusin.
Ya Cuma masih gak nyangka aja mereka bisa nusuk aku dari belakang kayak
gini. Salah apa sich aku sama mereka sampek mereka tega kayak gini sama
aku..??”
“sabar ya kak.., keluarkan semua tangisanmu kak, tapi inget Allah juga, sembari mengevaluasi diri.”
“Caranya gimana dx..?? Aku dosa gak sich dx, menangisi sesuatu yang semu..??”
“Mungkin dari tangisan kakak, bisa membantu kakak merubah apa yang
buruk menjadi lebih baik, kalau masalah dosa ya Wallahu a’lam kak”
“Bahkan aku jarang banget nangis karena Allah dx..”
“Tapi Allah tetep faham keadaan hamba-Nya kok kak..”
“Kalau Allah faham hamba-Nya kenapa Allah belum ngobatin rasa sakit
yang ada di hatiku ya dx..?? Sumpah dx, rasanya perih banget..”
“Ckckck.., Kak Iyan gak boleh gitu, Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya lho kak”
“Astaghfirullah, kenapa aku ngomongnya kayak gitu ya dx, kayaknya sekarang aku udah bener-bener buta dx..”
“Nah, itulah posisi galau ahir zaman sekarang kak. Gak cowok, gak
cewek, kalau udah di kasih kejadian kayak gitu nyalahin Allah, padahal
Allah baru kasih ujian kecil. Giliran butuh, minta rezeki sama siapa
lagi kalau bukan sama yang Sang Maha Pemberi Rezeki..??”
“hemm, gitu ya..,
“Iya kak..”
Alhamdulillah udah agak tenang dx, thanks banget ya..”
“Sama-sama kak..”
“Terus gimana ya caranya ngelupain mantan dx..??”
“Kenapa musti di lupakan kak..??”
“Kalau udah kayak gini, kenapa gak harus dilupakan dx..??”
“sebelumnya boleh gak Ima Tanya sama kakak..??”
“Boleh..”
“Kakak nyesel gak pacaran sama dia..??”
“Gak juga sich, karena aku emang sayang sama dia..”
”Selama pacaran, ada gak perubahan positif yang ada pada diri kakak..??
“Kayaknya sich ada, banyak..”
“Nah itu dia kak, kalau bisa mantan kakak itu jangan kakak lupain,
karena sedikit banyak nya dia udah kasih pengaruh positif ke kakak,
cukup ambil yang baik dan buang yang buruk. Jadikan itu semua sebagai
pelajaran kak, jadi gak perlu dilupain.”
“Ya Insya Allah aku coba dx..”
“Iya kak, semangat ya kak, eh Ima belum shalat nich, Ima mau shalat dulu ya kak”
“Iya dx, thanks banget ya, sorry udah ganngu tidur siang adx..”
“gak papa kok kak, Ima juga seneng bisa bantu. Ima mau shalat dulu ya kak, Assalamualaikum..”
“Walaikumsalam..”
Tuuut..tuut..tuut.., telpon pun dimatikan. Sejenak Iyan menghela
nafas. Sekali lagi dia mendapatkan setitik cahaya baru untuk melanjutkan
hidup. Ahirnya dia pun kembali ke meja kerjanya dengan kondisi hati
yang masih acak-acakan.
-----=====-----
Yang paling tidak bisa Iyan lupakan adalah selama ini
Iyan sudah sangat dekat dengan keluarga Natalie. Beberapa hari yang lalu
pun dia juga mendapat SMS dari kakak nya Natalie yang mengundangnya
untuk sekedar main ke rumahnya. Berat rasanya mau main kerumah Natalie
karena pasti akan teringat semua kenangan yang telah lalu saat mereka
masih bersama. Demi menghormati keluarga nya ahirnya Iyan memutuskan
untuk pergi kesana. Sebelum pergi kerumah Natalie, Iyan pun mengirim
pesan singkat ke Natalie.
“Dex Natalie, kemaren aku disuruh mbak leni maen kesana, ntar malem aku maen ke rumah ya?”
“Aduh sorry kak, besok malam aja ya ke rumahku”.
“Emangnya ada apa”
“Gak papa, besok aja..”
“Owh, malam ini mau keluar sama kak Dwi ya..??
Sesak nafas Iyan setelah tahu bahwa Natalie ada janji dengan kak Dwi,
seniornya. Kebiasaan janjian mereka dulu sebelum Iyan pergi keluar
kota, pasti Iyan ngajak Natalie jalan atau hanya sekedar main ke
rumahnya. Kini kebiasaan itu digantikan oleh orang lain, yang tidak lain
dan tidak bukan adalah seniornya sendiri yang selama ini selalu
bersamanya. Tapi ya sudahlah, toh semua ini sudah terjadi.
Malam itu mati lampu, Iyan pun bingung gak tw mau ngapain di rumah.
Ahirnya dia main ke rumah salah satu tetangganya, ke rumah Ibu Wahyu.
“Mati lampu nich bu..” kata Iyan membuka pembicaraan
“Iya, tapi biasanya enggak lama kok mati nya, mungkin Cuma setengah jam atau satu jam.”
“Kok kamu sekarang jadi sering murung Yan..??” tanya Bu
Wahyu memecah keheningan malam itu. Waktu itu waktu masih menunjukan jan
19.35 WITA.
“Eh, enggak ah bu, saya biasa aja kok. Perasaan tiap hari dari dulu saya kayak gini aja bu”.
“Enggak ah, sekarang kamu agak beda, kamu lebih sering murung, lebih sering menyendiri, apa lagi ada masalah ya..??’
“Enggak kok bu, saya gak ada masalah apa-apa” Iyan mencoba menutupi perasaanya.
“Ya kalau ada masalah kamu cerita saja sama saya, gak papa kok, katanya kamu udah anggap saya kayak ibu kamu sendiri..”
“Iya sich, saya udah anggap ibu sebagai ibu saya sendiri disini. “
“Ya kamu cerita aja, gak papa kok, lagian siapa tau saya bisa bantu.
“Iya Bu..” Iyan pun masih terdiam.
“Gimana kabar Natalie..?? Baik-baik aja khan..??” Ibu wahyu kembali memecah kesunyian.
“Alhamdulillah baik kok bu..”
“Kok ahir-ahir ini saya jarang lihat kamu sama dia…??” lagi ada masalah..??”
“enggak ada masalah apa-apa kok bu” Iyan masih menutup-nutupi.
“Kalau emang gak ada masalah, kenapa saya lihat
diem-dieman, biasanya kamu yang antar jemput dia kalau ke kantor, tapi
kok sekarang dia pulangnya sendiri terus..??”
“Kita udah putus kok Bu..” Ahirnya dengan berat hati Iyan pun bicara yang sesungguhnya..
“Haaa..?? Kok bisa…?” Ibu Wahyu kurang percaya, “Kapan” Tanya nya lagi
“Udah seminggu lebih bu, hari sabtu kemaren.”
“Kenapa bisa Yan..??”
Ahirnya Iyan pun menceritakan segala nya, segala yang menjadi
kegundahanya selama seminggu ini. “Ya katanya karena saya sering
marah-marah bu.”
“Kenapa kamu sering marah-marah..??”
“Justru disitu saya bingung Bu, kayaknya saya gak pernah marahin dia dech..”
“Kamu masih sayang sama dia..??”
“Ya kalau boleh jujur ya masih Bu, ya orang udah lama jalan bareng,
makan bareng, ke kantor bareng, belanja kadang-kadang juga bareng, saya
sering ke rumahnya, sering makan disana, kadang juga tidur disana, ya
gak mungkin bisa ngelupain dia dalam jangka waktu yang cepat bu, apalagi
ini baru seminggu.”
“Kenapa gak balikan lagi aja sama dia”
Mendengar hal itu air mata Iyan pun keluar lagi. Tak mampu dia menjelaskan. Tapi ahirnya dia bicara apa adanya.
“Dia udah punya pacar lagi bu..”
“Haaa…?? Siapa..??”
“Orang satu kantor juga kok bu..”
“Ya siapa..??”
“Pegawai Juga kok”
“Pegawai..?? “
“Iya bu, kak Dwi..”
“Kok bisa..?? bukanya kalian akrab banget..??”
“Ya emang akrab Bu, tapi ya hati orang siapa yang tau sich bu..”
“Kamu tau darimana mereka udah jadian..??”
“Tau langsung aja bu…”
“Ya kamu sabar aja ya Yan, jangan terlalu di ambil hati, kalau kamu nangis gini, saya juga ikutan sedih..”
“Iya sich bu, sebenernya saya juga gak mau sedih kayak gini, saya
terlalu sayang bu sama dia. Jujur Bu, saya belum bisa ngelupain dia,
tapi yang saya gak habis pikir, kenapa harus Dia yang jadi pengganti
saya. Kalau dia punya pacar orang luar mungkin rasanya gak sesakit ini
Bu, tapi Ibu wahyu bayangin aja, Orang yang selama ini sudah saya
percaya, orang yang selama ini saya anggep kakak, orang yang selama ini
sering bareng sama saya, keluar bareng, bercanda bareng, usil bareng,
kenapa harus dia sich bu yang nusuk saya dari belakang..?? sakit bu,
sakit.., gak nyangka aja jadi kayak gini, rasanya jadi kayak di hianati
bu, kayak di tikam dari belakang. Ya saya mikirnya orang jadian kan gak
mungkin orang itu langsung jadian, pasti ada masa PDKT dulu kan bu, dan
itu gak mungkin dalam waktu satu minggu, tapi nyatanya cuma dalam waktu
satu minggu ini mereka udah…………....” tak sanggup Iyan meneruskan
ceritanya, dia hanya menunduk menahan tangis nya yang terisak.
”Lagian kok Natalie nya mau sich, bukanya kalian juga sering pergi
sama-sama, pergi bareng-bareng, Kamu, Natalie, Dwi, Bowo, Putra, Izal,
Ani, tapi kok bisa Natalie terima gitu aja, apa dia gak mikirin perasaan
kamu..?”
“Ya gak tau lah bu, mau gimana lagi, kenyataanya udah kayak gini, ya
saya Cuma bisa do’ain aja semoga mereka bahagia, semoga aja itu pilihan
yang tepat buat dia.”
“Ya iya, tapi kenapa harus dia..?? kenapa harus orang sekator juga sama kita ya..??”
“Ya gak tau juga bu.., ya mungkin mereka udah jalan lama di belakang saya..”
“Luapin aja nangis nya, puas-puasin, supaya kamu bisa lega. Jangan di
tahan-tahan lagi, saya tahu kok kalau itu pasti sakit banget..”
“Iya Bu, sumpah sakit banget, apalagi waktu saya ke dapur dan ngeliat
mereka bercanda bareng, duduk bareng, mereka ketawa-ketawa, sumpah Bu,
sakit banget rasanya, ya cuma ngerasa kalau gak di anggep aja, tapi saya
gak bisa apa-apa bu” hikz..hikz.., tangisnya masih terisak.
“Ya yang sabar aja ya, saya gak tau harus salahkan siapa, si Dwi atau
Natalie, Emang si Dwi gak mikir kalau kamu putus sama dia baru
seminggu? Apa dia gak bisa nunggu? Apa dia gak ngerti perasaan kamu..??
Si Natalie juga kenapa kayak gitu ya..?? apa dia juga gak mikir kalau
kamu sama Dwi tu temenan akrab? Tapi yang saya gak habis pikir, kok bisa
ya Natalie terima si Dwi, perasaan dia dimana ya..?”
“Disini gak ada yang salah kok Bu, mereka gak salah dan gak ada yang
perlu disalahkan. Mungkin karena saya nya yang telalu bodoh, saya nya
aja Bu yang gak tau diri, seharusnya dari dulu saya sadar kalau saya
emang gak pantes buat Natalie, Ya semoga ini pilihan yang terbaik buat
dia Bu, dan saya doakan semoga aja mereka gak merasakan apa yang saat
ini saya rasakan.”
“Ya sabar aja ya Yan, saya gak tau harus bicara apa, atau mungkin
kamu mau saya jembatani biar kamu bisa bicara sama mereka, siapa tau itu
cuma pelampiasan Natalie aja, siapa tau Natalie masih sayang sama kamu
dan kalian masih bisa kembali..”
“Gak usah bu, terima kasih, kayaknya mereka lebih baik bersama kok bu..”
“Ih, kenapa Natalie bisa seperti itu ya..? saya gak habis pikir, kenapa dia tega kayak gitu..”
“Ya saya juga gak tau bu, padahal dulu kita udah janji 3-4 tahun lagi
kita mau nikah bu, padahal saya juga udah siap-siap Bu, udah
mempersiapkan segala sesuatunya. Sebenernya saya pengen banget beli
kamera, beli Samsung lagi karena Samsung saya kemaren hilang Bu, tapi
niat saya untuk beli itu saya urungkan Bu, uangnya saya tabung, sebagian
udah saya belikan emas Bu, biar nanti ada tabungan kalau waktunya udah
tiba saya udah ada modal buat ngelamar. Tapi saya gak tau, kenapa harus
berahir seperti ini Bu, kalau emang dia gak ada niatan untuk serius,
kenapa dia gak Bilang dari awal, ya seenggaknya kan saya gak berharap
banyak dan gak siap-siap kayak gini.
“Ih, saya gak habis pikir dech, padahal dia kelihatanya lugu, tapi
kenapa bisa kayak gitu ya..? Saba aja ya Yan, saya dulu juga pernah
alami kayak kamu sekarang ini sama suami saya. Insya Allah Tuhan ngasih
jalan kok Yan.”
“Iya Bu, makasih ya Bu.”
“Iya, sama-sama”
Tanpa terasa waktu sudah menunjukan pukul 22.30 WITA. Tanpa sadar
sudah hampir 4 jam Iyan curhat dan mengobrol dengan Ibu Wahyu. Perasaan
lega sesaat menghinggapi hatinya. Dia senang karena masih ada orang yang
peduli sama dia. Untuk sesaat Iyan bisa tenang dan bisa menikmati
hidupnya meskipun sesaat. Dia bisa senang meskipun itu hanya dengan
ketenangan sesaat yang di perolehnya. Sreekk..sreekk.., terdengar suara
langkah kaki di luar. Terdengar suara batuk yang di buat-buat. Di lihat
dari suaranya batuknya, orang yang di luar itu laki-laki. Iyan melihat
keluar, ternyata benar saja, ada seorang laki-laki yang usaianya bisa di
taksir sekitar 40-50 tahunan. Ternyata orang tersebut adalah saudara
dari Ibu Wahyu. “Masuk pak..” saya mempersilahkan laki-laki itu masuk.
Setelah beberapa saat mereka mengobrol ahirnya Iyan mohon pamit karena
memang sudah malam.
Malam itu setelah pulang dari rumahnya Ibu Wahyu yang
memang bertetangga, Iyan menyempatkan diri untuk pergi sekedar melihat
keadaan rumahnya Natalie. Pintu nya masih terbuka, Lampu nya masih
meyala terang. “Tumben jam segini pada belum tidur” pikirnya. Ingin
rasanya dia mampir, tapi udah membuat janji kalau besok dia baru mau
main kerumahnya. Kemudian Iyan iseng SMS kakanya Natalie “tumben jam
segini belum tidur mbak..” tak lama kemudian HP nya berdering “Iya nich
lagi nonton, filem nya bagus.” Balas kakaknya. “o iya Mbak, Natalie
udah pulang belum ya mbak..??” Tanya Iyan yang sebenarnya masih khawatir
kalau terjadi apa-apa dengan Natalie. “Udah, ni barusan pulang”.
“astaghfirullah, Jam 11 malem baru pulang mbak..??” namun SMS terahirnya
tidak ada balasan. Mungkin memang kakanya sudah tidur.
-----=====-----
Hari yang ditunggu itupun datang, hari dimana Iyan mau pamitan sama
keluarga Natalie, seakan-akan dia akan pergi jauh, bahkan kalau bisa,
mungkin akan berharap pergi untuk selamanya. Ahirnya sore haripun tiba,
ketika Iyan pulang dari kantor nya, Iyan hanya termenung. Tak seperti
hari-hari biasanya,untuk pertama kalinya Iyan merasa grogi dan canggung.
Untuk pertama kalinya Iyan berfikir apa yang harus dikatakan ketika
disana. Sekian lama dia berfikir tapi tetap saja dia tidak tahu apa yang
harus dia katakan ketika nanti dia di rumahnya Natalie. Untuk pertama
kalinya pula dia mencoba merangkai kata, tapi tak satu kalimat pun dapat
di rangkai. Ahirnya Iyan pun mandi, setelah itu dia mengganti pakaian.
Untuk pertama kalinya juga Iyan memilih baju yang akan dia pakai,
padahal selama ini dia tidak pernah memperhatikan penampilanya sama
sekali. Paling kalau main kesana, Iyan hanya memakai Kaos hitam
favoritnya aja. Ahirnya malam itu Iyan tampil seperti biasanya. Memakai
kaos oblong dan jaket yang biasa di pakainya. Sebelum berangkat dia
Shalat dulu, meminta kepada Allah untuk diberikan kekuatan dan ketabahan
serta kesabaran.
Dengan mengendarai motor butut nya, Iyan pergi ke rumah Natalie.
Hanya butuh waktu beberapa menit untuk sampai disana. Sesampainya
disana, dia disambut oleh kakaknya Natalie, mbak Dian. Sejenak Iyan
duduk di atas motornyauntuk sekedar menghela nafas agar dia bisa tenang.
“Masuk Yan..” kata Mbak Dian kepada Iyan untuk mempersilahkan dia
masuk. “Iya mbak..” jawab Iyan sambil berdiri dan berlalu dari motornya.
Masuklah Iyan ke rumah Natalie. Ketika masuk, semua kenangan pun
terputar kembali dalam memory Iyan. Tempat dimana mereka sering ngobrol
bersama, tempat mereka melepas canda, tertawa bersama, pelukan, dan
ciuman, semua kenangan itu keluar begitu saja. Untuk sejenak Iyan
menikmati kenangan tersebut. Kenangan yang terlalu Indah untuk
dilupakan, namun terlalu sakit untuk dikenang. Untuk sejenak Iyan
menikmatinya. Tanpa sadar Iyanpun larut dalam lamunanya itu.
“Kok diem Yan..??”
“Eh, enggak kok mbak..”
“Kenapa sudah lama sekali gak main kesini..?? lagi sibuk kah..??”
“Enggak kok mbak, Cuma ada kerjaan sedikit..” Jawab Iyan menutupi alasan yang sebenarnya.
“Qisya udah nanyain kamu terus lho Yan, dia panggil-panggil nama kamu terus..”
Qisya adalah anak tunggal dari mbak Dian.
“Qisya.., sini… ada gula-gula (permen)” Panggil Iyan sambil
mengeluarkan sebungkus permen dari tasnya, memanggil Qisya yang sedang
di gendong oleh Natalie.
“Dia udah ngantuk kayaknya” jawab Natalie
“Dia masih teller itu Yan, masih lemes..” Tambah mbak Dian
“Dia sakit ya mbak..??”
“Iya, tadi Qisya emang agak gak enak badan, bolak-balik ke toilet terus..”
Dan ahirnya Qisya pun tidur.
Lama kita mengobrol hanya sekedar basa basi. Bicara tentang kabar,
kesibukan, dan kegiatan sehari-hari atau hal-hal yang terjadi selama
Iyan enggak kesana. Iyan emang udah deket banget sama keluarga Natalie,
dan nyambung aja ketika mereka ngobrol. Ketika Natalie pergi ke
belakang, mbak Dian berbisik “kenapa bisa putus Yan..??” Iyan hanya bisa
menjawab “enggak tau mbak, saya juga masih bingung, niat saya kesini
juga mau nanyain mbak..” “Yang mana kah pacarnya Natalie yang
sekarang..??” Yang datang kesini tadi malam mbak” jawab Iyan lagi” Tadi
malam saya gak liat, soalnya saya kemaren lagi ada di belakang” “Ya
besok mbak juga bakalan sering liat kok mbak, dia juga bakalan sering
kesini kok.” “Itu teman sekantor
Waktu sudah menunjukan pukul 21.15 tapi Iyan belum juga mengeluarkan
sepatah katapun akan maksudnya datang kesitu. Tiba-tiba terdengar suara
gaduh di luar. Terdengar suara laki-laki yang berteriak-teriak tidah
jelas. Memaki-maki dengan kata-kata khas Sulawesi. Ternyata hanya orang
mabuk saja yang bertengkar di luar. Tapi suasana di luar makin ramai,
orang-orang di rumah Natalie pun asyik menonton suasana di luar melalui
pintu depan rumahnya. Begitu juga Iyan yang gak bisa apa-apa kecuali
ikut menonton. Ahirnya Iyan kembali dudulk di sofa yang berada di
rumahnya Natalie.
Terlihat Natalie duduk di kursidi depan nya. Tak kuasa Iyan
melihatnya, karena ketika melihatnya, hatinya seperti tersayat. ahirnya
dia melihat nya dan bertanya “sejak kapan jadian sama Kak Dwi..??” Tanya
Iyan. “Hari sabtu lalu, malam minggu waktu pulang dari pantai itu.”
Jawab Natalie singkat. “Kalau boleh Tanya, emang alasan kamu mutusin aku
Cuma itu aja ya..??” Tanya Iyan lagi, Natalie hanya mengangguk saja
sambil melanjutkan SMS nya dengan Kak Dwi.
Waktu terus berlalu, hingga ahirnya waktu menunjukan pukul 22.10
WITA. Ahirnya kegaduhan di luarpun sudah mulai tenang setelah polisi
datang. Kini tibalah saatnya Iyan ngobrol dengan ibunya Natalie. Ya,
mereka hanya ngobrol berdua. Natalie mungkin sudah tidur, mabk Diyan
juga sudah terlihat mengantuk dari tadi.
“Udah ngantuk belum bu..??” Tanya Iyan.
“Belum, masih sore ini” kata ibunya. “Kenapa kamu dengan Natalie..??” imbuh ibunya.
“Gak tau bu, sebenarnya saya juga masih bingung, saya kesini niatnya juga mau mastiin sesuatu ke dia bu..”
“itu dia, saya pikir kenapa kamu jarang sekali datang ke rumah,
padahal biasanya hampir setiap malam kamu datang ke rumah. Sejak kapan
putusnya..??”
“Hari Sabtu minggu lalu bu, waktu habis pulang dari kantor pajak”
“Sebenarnya Ibu bingung aja, biasanya setiap hari pagi-pagi kamu udah
datang kesini jemput Natalie ke kantor, kok sekarang kamu gak pernah
datang. Saya tanya ke Natalie tapi katanya kamu ada dirumah. Natalie
baru bilang kemaren kalau kalian sudah putus. Sebenarnya apa masalahnya
Yan..??”
“Saya juga kurang tau bu, katanya sich saya sering marah-marah, tapi
kayaknya saya gak pernah marah-marah ke dia kok bu, kalau jengkel
mungkin iya. Itupun karena saya udah 2 minggu di diemin saya dia bu.
Tapi sekarang mungkin saya udah tau alasanya kok bu, ya saya Cuma bisa
mendoakan semoga dia bisa bahagia sama pacarnya yang sekarang. Semoga
aja dia gak salah pilih bu..”
“Makanya saya bingung, kenapa tadi malam bukan Iyan yang jemput
Natalie, kan biasanya Iyan yang sering ajak dia keluar. Kalau Iyan yang
ngajak kan langsung ibu izinin, karena sudah jelas siapa yang ngajak.
Tapi tadi malam saya bingung, kenapa bukan kamu yang jemput dia. Terus
pacarnya yang datang tadi malam itu ya..??
“Iya bu, yang datang kesini tadi malem.
“Dia anak mana mana..??” tanya ibunya penasaran.
“Orang satu kantor Juga kok bu”
“Bisanya itu, kenapa bisa ganti pacar yang satu kantor juga..??
“Kalau masalah itu saya kurang tau bu.., tapi yang jelas kenyataanya
begitu. Juju raja bu, saya masih nggak nyangka aja mereka bisa kayak
gitu bu.”
“ Iya, ibu tahu perasaanmu kalau lihat mereka, pasti
sakit sekali tho, lihat orang yang kita sayangi pacaran dengan teman
sendiri di depan kita. Apalagi setiap hari kalian masih bertemu. Ya Ibu
minta maaf aja kalau Natalie seperti itu” kata Ibunya Natalie.
“Enggak apa-apa kok bu, saya udah maafkan dan sudah saya ikhlaska.
Cuma masih belum percaya aja bu, orang yang selama ini udah saya anggap
sebagai kakak yang kemana-mana selalu bersama, keluar bersama, jahil
bersama, ngejain orang bersama, dia bisa seperti itu bu. O iya, terima
kasih ya bu selama ini udah mau nerima saya di keluarga ini. Terima
kasih ya udah anggap saya sebagai anak ibu. Saya minta maaf ya bu kalau
selama ini saya ada salah.”
“Eh, minta maafnya sama Natalie tho, kamu kan yang ada masalah sama dia..”
“Ya kalau sama dia sich saya udah minta maaf bu, siapa tau selama ini selama saya ada disini saya ada salah sama ibu..”
“Iya, ibu maafin , kamu gak ada salah kok.., Memang masalah kalian
udah gak bisa di bicarakan baik-baik ya..?? kamu nggak coba ngomong sama
Natalie..??”
“Ya sekarang kayaknya udah nggak ada lagi yang mau di bicarakan bu,
Natalie kan udah ada yang lain. Natalie kan udah punya pacar baru, jadi
kalau saya bicara sama dia, nanti takutnya itu nantinya malah bisa
ngerusak hubungan mereka bu. Saya udah ikhlas kok bu, saya doakan semoga
mereka berdua bisa bahagia. Cukup saya aja yang ngerasain ini.” Kata
Iyan sambil menahan air matanya, dia nggak mau ibu tau kesedihanya.
“Sabar ya Yan, masih banyak kok gadis yang lain..”
“Iya bu, tapi gak ada yang kayak Natalie bu..” Iyan menghela Nafas
sejenak, menahan kepedihanya, “Padahal dulu kami udah janji, 3 atau 4
tahun lagi kita mau menikah bu, saya juga udah mulai nyiapin semuanya,
tapi saya gak tau kenapa ahirnya harus seperti ini.” Lagi-lagi air
matanya menetes.
Ibu nya Natalie hanya terdiam. “Sabar ya Yan, Saya gak
nyangka Natalie bisa seperti itu. Ibu juga tau bagaimana perasaanmu,
tapi ibu juga gak bisa apa-apa. Ibu serba salah disini. Ibu mau ngomong
sama dia, ibu takut kalau dia kecewa terus marah sama ibu, Ibu gak
ngomong sama dia, dia udah nyakitin kamu, dia juga anak ibu, Ibu juga
jadi serba salah Yan..” kata Ibu Natalie sambil mengusap wajahnya dengan
kedua belah tangannya. Nampak kesedihan dalam raut wajahnya, namun
kesedihan itu dia tutupi dengan tersenyum. Ya, senyum kesedihan kurasa.
“Ibu nggak perlu bicara apa-apa kok bu sama dia. Nanti takutnya dia
ngira kalau saya ngadu ke ibu tentang masalah ini. Semuanya udah cukup
jelas kok bu sekarang. Apa alasanya, kayaknya sekarang saya juga udah
mulai mengerti. Terima kasih ya bu selama ini sudah menerima saya selama
ini.”
Keduanya hanya termenung, terdiam seribu bahasa.
“Tapi kamu masih mau main kesini kan..??” tanya ibunya “Nanti
mentang-mentang kamu marah sama Natalie kamu udah nggak mau kesini lagi.
Ibu sayang sama kamu Yan, kalau ada waktu kamu main kesini ya..?? Pinta
Ibu Natalie.
“Ya Insya Allah bu, tapi mungkin nggak bisa sering-sering lagi kayak dulu, soalnya gak enak sama Natalie dan pacarnya Bu..”
“Eh, nggak apa-apa tho, kamu kan kesini tujuanya bukan untuk ketemu
dia. Kamu sudah saya anggap anak saya sendiri. Saya sebenarnya juga
tidak setuju dengan sikap Natalie yang seperti itu, kalau ada masalah
kan bisa dibicarakan baik-baik tho, jangan laju mutusin hubungan seperti
ini..”
“Ya nggak apa-apa kok bu, itu kan sudah keputusan Natalie, ya semoga
aja ini yang terbaik buat kita semua bu, mungkin Natalie juga lebih baik
sama dia kok. Seharusnya ibu mendukung hubungan mereka, ibu kan selalu
ingin yang terbaik untuk anaknya.”
“Tapi ya tidak seperti ini caranya tho..” jawab Ibu nya Natalie.
“Ibu jangan marah ya sama Natalie bu, jangan karena ada orang luar seperti saya, nanti keluarga ibu jadi retak.”
“Ibu tidak marah sama dia, ibu cuma agak kecewa aja Yan.., Ibu serba
salah, Ibu mau bicara sama dia takutnya dia kecewa terus marah sama ibu,
ibu tidak bicara sama dia, dia sudah seperti itu ke kamu, saya bingung
juga..”
“Kan tadi sudah saya bilang bu, ibu nggak perlu bicara apa-apa kok ke
dia. Ya ibu juga doakan aja, semoga ini yang terbaik buat mereka. O iya
bu, saya titip sesuatu ya buat Natalie..” kata iyan sambil mengambil
plastik yang berisi foto-fotonya bersama Natalie yang selama ini
menghiasi kamarnya.
“Eh, kok saya yang kasih..?? harusnya kamu sendiri tho yang kasih ke Natalie, masa’ kamu kasih ke Ibu..??”
“Ibu aja yang kasih ya bu, soalnya saya nggak tau lagi kapan saya bisa kesini..”
“katanya tadi kamu sudah janji kalau ada waktu kamu mau kesini, katanya seminggu sekali mau kesini..??”
“Ya gak papa bu.., nanti takutnya kalau saya yang kasih sendiri ntar
di kira saya masih mengharapkan dia bu.., Jujur bu, meskipun sampai
sekarang saya masih sayang sama dia, tapi saya sudah ikhlas kok bu dia
sama yang lain. Ya Insya Allah saya akan sering main kesini, asal itu
tidak mengganggu Ibu dan keluarga disini.”
“Ya tidak tho, masa’ ganggu, Itu Qisya yang selalu panggil-panggil
kamu, mana Iyan, mana Iyan terus katanya, dia panggil-panggil kamu
terus..,”
“Iya bu, Insya Allah saya main lagi kesini..”
Keduanya kembali terdiam dalam kegelapan malam, karena memang saat
itu disana memang sedang mati lampu. Tidak beberapa lama kemudian lampu
pun menyala. Tak lama kemudian Iyan melihat Jam yang ada pada dinding
rumah Natalie, ternyata waktu sudah menunjukan pukul 11.45 WITA. Ahirnya
Iyan pun berpamitan pulang dari Rumah Natalie.
“Bu, Udah hampir jam 12 malam nich, saya pamit dulu ya bu..??”
“Iya, terima kasih ya sudah main kesini..”
“Iya bu..”
Ahirnya Iyan bersalaman dengan ibu Natalie, di ciumnya tangan wanita
itu. Rasanya damai, ikhlas, sama seperti Iyan saat bersalaman dengan
ibunya sendiri. Ditatapnya mata Ibunya Natalie, tatapanya dalam,
terbesit kesedihan di matanya. Ada hal yang ditahan dalam pandanganya.
Pandangan mata Iyan pun tak bisa lepas dari pandanganya. Mata mereka
bertemu, mengisyaratkan sesuatu yang entah apa artinya. Ingin rasanya
Iyan memeluknya, sama seperti ketika Iyan memeluk ibunya, tapi rasanya
itu tidak mungkin. Iyam mencoba untuk tegar agar ibunya juga tidak
sedih. Setelah salaman tanganya pun tidak dilepaskanya. Tangan Iyan dan
tangan Ibunya Natalie tetap terkait layaknya orang yang bersalaman
sampai Iyan berada di depan pintu. Tangan Iyan pun tetap di pegangnya
sampai Iyan keluar pintu rumah. Diremasnya tangan Iyan seakan Ibu tak
ingin membiarkan Iyan pergi. Ada perasaan yang aneh saat Iyan juga
membalas remasan tangan ibu tersebut. Dirasakanya sebuah kasih sayang,
sebuah cinta yang tulus, cinta seorang ibu.
-----=====-----
Bersambung...